Perubahan Paradigma
Dalam membangun budaya positif, sekolah dapat menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar siswa mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab.
Umumnya, disiplin sangat berkaitan dengan kontorl guru terhadap siswa. Menurut Dr. William Glasser dalam Control Theory terdapat beberapa miskonsepsi tentang kontrol, yaitu:
- Ilusi bahwa guru mengontrol siswa; semua perilaku mempunyai tujuan, bahkan untuk perilaku yang tidak disukai. Untuk itu, pada dasarnya, guru tidak dapat memaksa siswa untuk berbuat sesuatu, jika siswa tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walau guru tampaknya sedang mengontrol perilaku siswa, tetapi sebenarnya siswa sedang mengizinkan dirinya untuk dikontrol. Hal ini karena kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih siswa.
- Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat; Penguatan positif merupakan bentuk-bentuk kontrol untuk mempengaruhi siswa agar mengulangi suatu perilaku tertentu (Usaha untuk mengontrol siswa tersebut). Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan siswa tersebut akan menyadarinya dan mencoba untuk menolak bujukan guru atau mungkin akan menjadi tergantung pada pendapat guru untuk berusaha.
- Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter; Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol siswa membuat siswa menuju identitas yang gagal karena secara tidak langsung mengajarkan mereka belajar untuk merasa buruk tentang dirinya sendiri.
- Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa; perilaku yang memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu yang panjang dan bahkan dapat membentuk suatu permusuhan.
Menurut Stephen R. Covey (1991), jika ingin membuat kemajuan perlahan, ubahlah sikap atau perilaku Anda. Tetapi, jika ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah cara Anda melihat dunia, ubahlah cara Anda berpikir tentang manusia, ubahlah pradigma Anda, Skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang kenyataan.
Perhatikan tabel berikut untuk memahami Stimulus-Respon kepada teori kontrol tentang dunia.
Makna Kata Disiplin
Bapak Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa, untuk menciptakan siswa yang merdeka, maka syarat utamanya harus mempunyai disiplin yang kuat, yaitu disiplin diri yang berasal dari motivasi internal (dari dalam diri sendiri). Jika tidak mempunyai motivasi internal, maka diperlukan motivasi eksternal (orang lain) untuk mendisiplinkan dirinya.
Diana Gossen menyatakan bahwa kata disiplin berasal dari bahasa latin, disciplina yang berarti belajar. Kata disciplina juga berasal dari akar kata yang sama, yaitu disciple atau murid/pengikut. Diana juga menyatakan bahwa, disiplin juga berkonotasi dengan disiplin diri siswa. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali semua potensi dirinya untuk mencapai suatu tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna.
Motivasi Perilaku Manusia
Terdapat 3 motivasi perilaku manusia menurut Diana Gossen, yaitu:
- Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman; seseorang berperilaku untuk menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh kepada mereka secara fisik, psikologis, ataupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak nmelakukan tindakan itu.
- Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain; seseorang berperilaku untuk mendapatkan pujian, hadiah, atau imbalan dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkelas mereka.
- Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya: Orang melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka nyakini dan hargai. Motivasi ini akan membuat orang mempunyai disiplin positif karena motivasinya bersifat internal.
Tujuan Disiplin Positif
Tujuan dari disiplin positif adalah untuk menanamkan motivasi kepada semua siswa kita, agar mereka menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Motivasi ini berasal dari diri siswa (Internal) sehingga akan berdampak jangka panjang dan tidak akan terpengaruh dengan adanya hukuman dan hadiah.
Keyakinan Kelas
Keyakinan merupakan nilai-nilai kebaikan atau prinsip-prinsip yang disepakati secara universal. Orang akan lebih semangat atau tergerak untuk melaksanakan keyakinannya daripada hanya mengikuti aturan.
Pembentukan keyakinan kelas:
- Keyakinan kelas bersifat lebih abstrak daripada peraturan, yang lebih rinci dan nyata.
- Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
- Pernyataan keyakinan kelas selalu dibuat dalam bentuk positif.
- Keyakinan kelas harusnya dibuat tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua anggota kelas.
- Keyakinan kelas hendaknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan itu.
- Semua anggota kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas melalui kegiatan curah pendapat.
- Semua anggota kelas bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Adapun langkah-langkah pembentukan keyakinan kelas, yaitu:
- Memberikan kesempatan kepada smeua siswa untuk berpendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di kelas.
- Mencatat semua masukkan siswa di papan tulis atau di kertas besar, sehingga semua siswa bisa melihatnya.
- Menyusun keyakinan kelas sesuai prosedur Pembentukan Keyakinan Kelas. Ubahlah kalimat negatif menjadi kalimat positif. Contoh: Jangan berlari di kelas menjadi berjalanlah di kelas.
- Meninjau kembali daftar pendapat yang telah dicatat, kemudian mengajak siswa untuk menacri nilai kebajikan atau keyakinan yang menjadi inti peraturan tersebut. Contoh: berjalan di kelas, mendengarkan guru, dan datang tepat waktu bisa disarikan menjadi 1 keyakinan, yaitu saling menghormati. Keyakinan-keyakinan ini kemudian dijadikan daftar untuk disepakati.
- Meninjau ulang keyakinan kelas secara bersama-sama. Hendaknya keyakinan kelas tidak terlalu banyak agar mudah untuk diingat (3-7 keyakinan/prinsip)
- Setelah keyakinan kelas selesai dibuat, maka semua anggota kelas dapat meninjau ulang dan menyetujuinya dengan menandatanganinya (guru dan siswa)
- Keyakinan kelas dapat ditempel di dinding kelas agar mudah untuk dilihat.
Contoh keyakinan kelas
Untuk mendalami pemahaman keyakinan kelas bagi seluruh anggota kelas, maka di awal tahun ajaran, selama seminggu dapat diadakan berbagai kegiatan untuk pendalaman tersebut.
Kegiatan-Kegiatan Pendalaman Keyakinan Kelas
1. Kegiatan Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti
Kegiatan ini dilakukan dengan membagi anggota kelas menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok diberikan kertas. Salah satu kelompok menuliskan hurut T kapital yang besar (Tabel T). Guru memberikan salah satu Keyakinan Kelas kepada tiap kelompk. Dua kelompok dapat diberikan keyakinan yang sama, jika ada 10 kelompok. Kemudian, setiap kelompok diminta memberikan pendapat tentang keyakinan tersebut, tampak seperti apa, tampak seperti apa. Kemudian hasil setiap kelompok dipresentasikan pada kelompok besar dan kertasnya ditempel di sekeliling dinding kelas agar dapat dilihat oleh semua anggota kelas untuk menguatkan pemahaman.
Contoh Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti
2. Kegiatan Mempelajari Tanggung Jawab setiap warga kelas
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru, yaitu:
- Guru membuat bagan yang berisi 4 kotak
- Masing-masing kotak diisi dengan judul: Guru-Tugasnya..., Murid-Tugasnya..., Guru-Tugasnya Bukan.., dan Murid-Tugasnya Bukan...
- Guru bercurah pendapat dengan 2 cara, yaitu mengajak siswa berpendapat secara individu atau membagi murid dalam 4 atau 8 kelompok dan setiap kelompok diberikan tugas untuk bercurah pendapat tentang masing-masing tugas/bukan tugas guru ataupun siswa.
- Hasil dari curah pendapat ditempel pada dinding kelas agar dapat dilihat seluruh anggota kelas.
Contoh Curah Pendapat Tugas Saya-Tugas Kamu
Dalam penerapan keyakinan kelas, jika terjadi pelanggaran tentu akan ada sanksi/hukuman atau restitusi. Hukuman merupakan identitas gagal dan disiplin merupakan identitas berhasil. Lebih jelas dapat membaca tabel berikut!
Hukuman bersifat tiba-tiba atau tidak terencana. Siswa tidak tahu apa yang akan terjadi dan tidak dilibatkan. Disamping itu, hukuman hanya bersifat satu arah dari guru yang memberikan dan siswa hanya menerima hukuman tersebut tanpa suatu diskusi atau arahan dari guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman berupa fisik maupun verbal akan membuat siswa tersakiti.
Sedangkan disiplin dalam bentuk sanksi atau konsekuensi, sudah terencana atau sudah dibahas dan disepakati sebelumnya oleh guru dan siswa. Sanksi dibuat oleh guru/sekolah dan siswa sudah mengetahui sanksi/konsekuensi yang akan diterima. Tetapi, sanksi/konsekuensi tetap membuat siswa merasa tidak nyaman dalam jangka waktu pendek.
Dihukum oleh Penghargaan
Sama halnya dengan hukuman, ternyata penghargaan juga seperti menhukum seseorang. Berikut pengaruh buruk penghargaan terhadap anak menurut Kohn:
1) Memberikan Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang; Penghargaan diberikan untuk membuat seseorang melakukan sesuatu dalam jangka waktu pendek. Jika terlalu sering menggunakan penghargaan, maka orang tersebut akan bergantung pada penghargaan dan akan kehilangan motivasi internalnya. Lama-kelamaan orang tersebut menjadi tidak menyadari tindakan baik yang dilakukan.
2) Penghargaan Tidak Efektif; Penghargaan merupakan suatu benda atau peristiwa yang diinginkan yang dibuat dengan suatu syarat tertentu. Penghargaan diperoleh jika melakukan hal yang disyaratkan. Jika tidak mendapatkan penghargaan yang diharapkan, maka akan timbul rasa kecewa dan berkecil hati dan kemungkinan di lain waktu tidak akan berusaha sekeras sebelumnya. Kita juga harus terus-menerus memberikan penghargaan, jika ingin seseorang melakukan sesuatu. Orang yang berusaha berhenti merokok bila diberi penghargaan tidak akan berhasil.
3) Penghargaan Merusak Hubungan; ketika seseorang diberikan penghargaan, maka akan timbul rasa iri dari orang yang tidak menyukainya. Jika guru sering memberikan penghargaan kepada siswanya, maka kemungkinan siswanya termotivasi hanya untuk menyenangkan gurunya. Persaingan juga menimbulkan persaingan di dalam kelas dan berujung pada kecemasan. Bagi yang percaya bahwa mereka tidak akan mendapat kesempatan untuk mendapat penghargaan, maka akan berhenti mencoba.
4) Penghargaan Mengurangi Ketepatan
5) Penghargaan Menghukum; Penghargaan menghukum mereka yang tidak mendapat penghargaan. Penghargaan dan menghukum adalah hal yang sama karena keduanya berusaha mengendalikan perilaku seseorang. Pada dasarnya, setiap orang tidak suka dikendalikan, dalam jangka waktu lama, penghargaan akan terlihat sebagai hukuman. Jika penghargaan sangat diharapkan, tapi kita tidak mendapatkannya, maka akan merasa dihukum.
Kebutuhan Dasar Manusia
Semua yang dilakukan setiap manusia tentu mempunyai tujuan, yaitu untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Menurut Dr. William Glasser dalam Choice Theory, terdapat 5 Kebutuhan Dasar Manusia, yaitu:
1) Kebutuhan Bertahan Hidup; merupakan kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup, misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Komponen psikologis dari kebutuhan ini adalah kebutuhan akan perasaan aman.
2) Kebutuhan Cinta dan Kasih Sayang (Kebutuhan untuk Diterima); Kebutuhan ini termasuk kebutuhan psikologis yang meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang, kebutuhan untuk merasa menjadi bagian suatu kelompok, dan kebutuhan untuk tetap terhubung dengan orang lain. Siswa yang mempunyai kebutuhan cinta dan kasih sayang yang tinggi, biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya, akrab dengan orang tuanya, biasanya belajar bila suka dengan gurunya, menganggap penting teman sebaya, dan suka belajar berkelompok.
3) Kebutuhan Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan): Kebutuhan ini berkaitan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi terampil, menjadi kompeten, diakui atas prestasi dan keterampilan, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Siswa yang mempunyai kebutuhan pengakuan yang tinggi biasanya akan selalu ingin menjadi pemimpin, suka mengamati sebelum mencoba hal baru, dan merasa kecewa jika melakukan kesalahan, rapi, sistematik, dan selalu ingin mencapai yang terbaik.
4) Kebutuhan Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan): merupakan kebutuhan akan kemandirian, mempunyai pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Siswa yang mempunyai kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, perlu banyak bergerak, suka coba-coba, tidak terlalu terpengaruh oleh orang lain, suka hal yang baru dan menarik.
5) Kebutuhan Kesenangan (Kebutuhan untuk Merasa Senang); merupakan kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa. Siswa dengan kebutuhan kesenangan yang tinggi biasanya kan menikmati apa yang dilakukan, konsentrasi melakukan hal yang disenangi, suka permainan, suka mengoleksi barang, dan suka melucu/bergurau.
Posisi Kontrol Guru
Menurut Diane Gossen, terdapat 5 posisi kontrol seorang guru terhadap siswanya, yaitu:
1) Penghukum; seorang penghukum dapat menggunakan hukuman fisik dan verbal. Guru yang menjalankan posisi penghukum akan berkata:
"Patuhi aturan saya atau awas nanti"
"Kamu selalu saja salah"
2) Pembuat Orang Merasa Bersalah; pada posisi ini, biasanya guru akan bersuara lebih lembut, menggunakan keheningan yang membuat siswa menjadi tidak nyaman, bersala, atau rendah hati. Contoh kata-kata guru dalam posisi ini, misalnya:
"Bapak sangat kecewa dengan kamu"
'Berapa kali Ibu harus memberitahu kamu ya?"
3) Teman: Dalam posisi ini, guru tidak akan menyakiti murid, tetapi akan selalu berusaha mengontrol siswa melalui persuasi. Posisi ini dapat berdampak positif dan negatif. Positif berupa hubungan yang baik antara guru dan siswa. Contoh kata-kata guru yaitu:
"Ayo bantulah, demi Ibu ya"
"Ayo, ingat tidak semua bantuan Ibu selama ini?"
Hal negatif dari posisi teman adalah bila guru tidak dapat membantu, maka siswa akan kecewa dan berkata, "Saya pikir Bapak adalah teman saya". Murid menjadi tidak mau lagi berusaha. Siswa hanya mau bertindak untuk guru tertentu, tidak untuk guru lain, dan siswa akan tergantung pada guru tersebut.
4) Monitor/Pemantau; Posisi pemantau berdasarkan peraturan-peraturan dan konsekuensi dengan memisahkan hubungan pribadi. Pertanyaan yang biasa diajukan biasanya:
"Peraturannya apa?"
"Apa yang telah kamu lakukan?"
5) Manajer; merupakan posisi mentor dimana guru berbuat bersama dengan murid, mengajak siswa mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung siswa menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Murid diajak menganalisis kebutuhan dirinya dan kebutuhan kebutuhan orang lain. Yang terpenting adalah kolaborasi dengan siswa. Kata-kata seorang manajer, yaitu:
"Apa yang kita yakini?" (Keyakinan Kelas)
"Apa yang kamu yakini?"
"Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?"
"Jika kamu memperbaikinya, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?"
"Apa rencanamu untuk memperbaikinya?"
Seorang manajer tidak untuk mengatur perilaku siswanya, tetapi untuk membimbing murid agar dapat mengatur dirinya.
Tujuan dari 5 posisi kontrol guru terhadap siswa adalah mencapai posisi manajer, dimana pada posisi ini siswa dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman.
Posisi Kontrol Restitusi
Untuk memahami posisi kontrol restitusi dapat membaca infografik berikut!
Restitusi sebagai Sebuah Cara Menanamkan Disiplin Positif pada Siswa
Menurut Gossen, restitusi merupakan proses menciptakan posisi bagi siswa untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompoknya, dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi dapat membantu siswa menjadi lebih mempunyai tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya ketika berbuat kesalahan. Restitusi menguntungkan korban dan si pembuat salah (win-win solution)
Ciri-Ciri Restitusi
Adapun ciri-ciri restitusi yaitu:
- Restitusi bukan menebus kesalahan, tetapi untuk belajar dari kesalahan
- Restitusi memperbaiki hubungan
- Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan
- Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri
- Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan
- Restitusi diri adalah cara yang terbaik
- Restitusi fokus pada karakter, bukan tindakan
- Restitusi menguatkan
- Restitusi mengembalikan siswa yang berbuat salah apda kelompoknya
Segitiga Restitusi
Segitiga tersebut dibagi menjadi 3 sisi, yaitu:1) Sisi Menstabilkan Identitas
Sisi ini merupakan bagian dasar dari segitiga yang bertujuan untuk mengubah identitas anak dari yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Contoh kalimat yang dapat digunakan kepada anak, yaitu:
- Berbuat salah itu tidak apa-apa
- Tidak ada manusia yang sempurna
- Kita bisa menyelesaikannya.
- Bapak tidak tertarik untuk mencari siapa yang salah, tapi bapak ingin mencari solusi dari permasalahan ini
Ketika anak fokus pada kesalahan, maka akan sulit untuk melakukan restitusi. Hal ini karena:
- Rasa bersalah menguras energi
- Merasa bersalah berarti identitas gagal
- Rasa bersalah membuat kita terperangkap pada masa lalu yang sudah tidak bisa diubah lagi.
2) Sisi Validasi Tindakan yang Salah
Restitusi tidak menyarankan guru berbiacara kepada siswa, bahwa melanggar peraturan adalah sikap yang baik. Tetapi, dalam restitusi harus memahami alasannya dan memahami bahwa setiap orang pasti melakukan hal yang terbaik pada waktu tertentu. Untuk itu perlu dilakukan validasi terhadap kebutuhan dari siswa dengan menggunakan contoh kalimat berikut:
- Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya
- Kamu pasti punya alasan menapa melakukan hal itu?
- Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap baru!
3) Sisi Menanyakan Keyakinan
Setelah melalui langkah 1 dan 2 di atas, maka anak telah siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dipercaya dan berpindah menjadi orang yang diinginkan. Contoh pertanyaan yang dapat digunakan, yaitu:
- Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
- Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
- Kamu mau jadi orang yang seperti apa?
Sumber: Modul Guru Penggerak 1.4.